Thursday, May 13, 2010

> Mengidentifikasi Pementasan Drama

By :Taufiqullah Neutron (Masteropik)

Pernahkah Anda berkhayal menjadi aktor di atas pentas? Mungkin pula kita pernah merasa kagum akan penjiwaan seorang aktor atas tokoh yang dimainkannya. Anda dapat menangkap kesankesan dari drama yang dipentaskan. Sebenarnya, apa yang Anda tonton adalah cerminan kehidupan itu sendiri. 
 
Sudahkah Anda menjadi penonton drama yang apresiatif dan kritis?  Suatu pementasan drama yang Anda tonton akan lebih bermakna jika Anda mampu menangkap unsur-unsur yang ada di dalamnya. Dengan demikian, Anda akan mengetahui lebih jauh bahwa di balik karya pementasan drama, terdapat bagian yang dapat kita maknai. 
 
Untuk mengetahui unsur apa saja yang dapat kita apresiasi dari karya pementasan drama, berikut penjelasannya.  
1. Pelaku dan Perwatakan 
Penokohan atau perwatakan adalah keseluruhan ciri-ciri jiwa seorang tokoh dalam lakon drama. Seorang tokoh bisa saja berwatak sabar, ramah, dan suka menolong. Sebaliknya, bisa saja tokoh lain berwatak pemberang, ringan tangan, dan sangat keji. Karakter ini diciptakan penulis lakon untuk diwujudkan oleh pemain (aktor) yang memerankan tokoh itu.  
 
Agar dapat mewujudkannya, pemain harus memahami benar karakter yang dikehendaki penulis lakon drama. Untuk itu, dia perlu menafsirkan, membanding-bandingkan, dan menyimpulkan watak tokoh yang akan diperankan, lalu mencoba-coba memerankannya. Hal ini harus dilakukan supaya penampilannya benar-benar seperti tokoh yang diperankan, tepat seperti tokoh sesungguhnya.  
 
Dalam meleburkan diri menjadi tokoh yang diperankannya pemain dibantu oleh penata rias, penata busana, dan akting. Misalnya, jika tokoh yang diperankannya orang tua yang sabar, wajahnya dihias dengan garis-garis hitam yang mengesankan keriput, rambutnya ditebari bedak hingga tampak memutih. Kalau tokoh itu orang desa yang sederhana, pakaiannya menyesuaikan, misalnya memakai kemeja agak lusuh, bersarung, bersandal, serta berkopiah.  Gerakannya lambat-lambat dengan posisi badan agak membungkuk. 
 
Demikian pula kalau sedang berbicara, harus diupayakan bicaranya pelan dan (kalau bisa) suaranya agak serak. Kalau perlu, kadang-kadang dibuat terbatukbatuk. Unsur-unsur pendukung itu (tata rias, tata busana, dan akting) satu dan lain tidak bisa dipisahkan. Semuanya saling mendukung untuk membantu mewujudkan karakter tokoh seperti yang dikehendaki oleh penulis lakon drama.  
 
2. Dialog 
Jalan cerita lakon drama diwujudkan melalui dialog (dan gerak) yang dilakukan para pemain. Dialog-dialog yang dilakukan harus mendukung karakter tokoh yang diperankan dan dapat menunjukkan alur lakon drama. Melalui dialog-dialog antarpemain inilah penonton dapat mengikuti cerita drama yang disaksikan. Bahkan bukan hanya itu, melalui dialog itu penonton dapat menangkap halhal yang tersirat di balik dialog para pemain. Oleh karena itu, dialog harus benar-benar dijiwai oleh para pemain sehingga sanggup menggambarkan suasana. Dialog juga harus berkembang mengikuti suasana konflik dalam tahap-tahap alur lakon drama.  
 
3. Konflik 
Konflik dalam pementasan tidak terlepas dari kehadiran tokoh yang bertentangan satu dengan lainnya. Dalam hal ini, konflik yang hadir dapat berupa pertentangan tokoh dengan dirinya sendiri, pertentangan dengan orang lain, bahkan konflik dengan alam sekitar atau pandangan tertentu.  
 
Pada segi pementasan drama, konflik akan lebih jelas terlihat dibandingkan dengan saat kita membaca naskahnya. Gerakan atau tindakan para tokoh, juga melalui dialog yang diucapkan dapat membentuk suatu peristiwa. Peristiwa ini berasal dari hal yang biasa sampai konflik yang memuncak. Hal yang patut diperhatikan adalah peristiwa konflik tidak terjadi begitu saja. Dalam hal ini, peristiwa  yang satu akan mengakibatkan peristiwa yang lain. 
 
Peristiwa yang terjadi karena tindakan tokoh tersebut dikenal dengan motif. Motif ini berhubungan langsung dengan alasan setiap tokoh mengambil tindakan tersebut.  Motif dapat muncul dari berbagai sumber, antara lain sebagai berikut. 
a. Kecenderungan-kecenderungan dasar (basic instinct) yang dimiliki manusia, misalnya kecenderungan agar dikenal untuk memperoleh suatu pengalaman tertentu. 
b. Situasi yang melingkupi manusia, yaitu keadaan fisik dan keadaan sosial. 
c. Interaksi sosial, yaitu rangsangan yang ditimbulkan karena hubungan sesama manusia. 
d. Watak manusia itu sendiri, sifat-sifat intelektual, emosional, persepsi, resepsi, ekspresi, serta sosial kulturalnya. 
 
Dengan mengetahui motif, pembaca akan mendapat dasar yang lebih kuat dalam menginterpretasikan suatu laku atau suatu peristiwa dalam drama.  Agar lebih memahami pembelajaran ini, pentaskanlah penggalan drama berikut oleh tiga orang di antara Anda. Selama penggalan naskah drama ini dipentaskan, tutuplah buku Anda. Cermatilah halhal yang berhubungan dengan perwatakan, dialog, dan konflik yang ada di dalamnya.




back to top