Thursday, May 13, 2010

> Menulis Karangan Berdasarkan Pengalaman Sendiri

By :Taufiqullah Neutron (Masteropik)

Cerpen merupakan genre sastra yang jauh lebih muda usianya dibandingkan dengan puisi dan novel. Tonggak penting sejarah penulisan cerpen di Indonesia dimulai Muhamad Kasim dan Suman Hasibuan pada awal 1910-an.
Cerpen merupakan cerita yang pendek, hanya mengisahkan satu peristiwa (konflik tunggal), tetapi menyelesaikan semua tema dan persoalan secara tuntas dan utuh. Awal cerita (opening) ditulis secara menarik dan mudah diingat oleh pembacanya. Kemudian, pada bagian akhir cerita (ending) ditutup dengan suatu kejutan (surprise).

Menurut Phyllis Duganne, seorang wanita penulis dari Amerika, cerpen ialah susunan kalimat yang merupakan cerita yang mempunyai awal, bagian tengah, dan akhir. Setiap cerpen mempunyai tema, yakni inti cerita atau gagasan yang ingin diucapkan cerita itu. Seperti halnya penamaannya, cerita pendek, cerpen ialah bentuk cerita yang dapat dibaca tuntas dalam sekali duduk. 

Daerah lingkupnya kecil dan karena itu biasanya ceritanya berpusat pada satu tokoh atau satu  masalah. Ceritanya sangat kompak, tidak ada bagiannya yang hanya  berfungsi sebagai embel-embel. Tiap bagian, kalimat, kata, dan tanda  baca semuanya tidak ada yang sia-sia. Semuanya memberi saham  yang penting untuk menggerakkan jalan cerita, atau mengungkapkan  watak tokoh, atau melukiskan suasana (Diponegoro, 1985: 6).   

Menurut Edgar Alan Poe (yang dianggap sebagai tokoh cerpen  modern), ada lima aturan penulisan cerpen, yakni sebagai berikut. 
1. Cerpen harus pendek. Artinya, cukup pendek untuk dibaca  dalam sekali duduk. Cerpen memberi kesan kepada pembacanya  secara terus-menerus, tanpa terputus-putus, sampai kalimat yang  terakhir. 
2. Cerpen seharusnya mengarah untuk membuat efek yang  tunggal dan unik. Sebuah cerpen yang baik mempunyai ketunggalan  pikiran dan action yang bisa dikembangkan lewat sebuah garis yang  langsung dari awal hingga akhir.  
3. Cerpen harus ketat dan padat. Cerpen harus berusaha memadatkan  setiap gambaran pada ruangan sekecil mungkin. Maksudnya agar  pembaca mendapatkan kesan tunggal dari keseluruhan cerita.  
4. Cerpen harus tampak sungguhan. Seperti sungguhan adalah  dasar dari semua seni mengisahkan cerita. Semua tokoh ceritanya  dibuat sungguhan, berbicara dan berlaku seperti manusia yang  betul-betul hidup.  
5. Cerpen harus memberi kesan yang tuntas. Selesai membaca  cerpen, pembaca harus merasa bahwa cerita itu betul-betul selesai.  Jika ujung cerita masih terkatung-katung, pembaca akan merasa kecewa.  

Unsur Intrinsik dan Ekstrinsik dalam Cerpen  Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya  sastra itu sendiri. Unsur-unsur inilah yang menyebabkan karya  sastra hadir sebagai karya sastra, unsure-unsur yang secara faktual  dapat dijumpai jika orang membaca karya sastra. Unsur intrinsik  dalam karya sastra, khususnya cerpen, meliputi tokoh/ penokohan,  alur (plot), gaya bahasa, sudut pandang, latar (setting), tema, dan amanat.

Berikut penjelasan mengenai unsur intrinsik.
1. Tokoh dan Karakter Tokoh
Istilah tokoh menunjuk pada orangnya, pelaku cerita, sedangkan
watak, perwatakan, atau karakter menunjuk pada sifat dan sikap
para tokoh yang menggambarkan kualitas pribadi seorang tokoh.
Tokoh cerita menempati posisi strategis sebagai pembawa
dan penyampai pesan, amanat, atau sesuatu yang sengaja ingin
disampaikan kepada pembaca. Secara umum kita mengenal tokoh
protagonis dan antagonis.

Tokoh protagonis adalah tokoh yang kita kagumi, tokoh yang
merupakan pengejawantahan norma-norma, nilai-nilai yang ideal
bagi kita. Tokoh protagonis menampilkan sesuatu yang sesuai
dengan pandangan dan harapan pembaca. Adapun tokoh antagonis
adalah tokoh yang menyebabkan terjadinya konflik. Tokoh antagonis
merupakan penentang tokoh protagonis.

Ada beberapa cara penggambaran karakter tokoh dalam cerpen,
di antaranya sebagai berikut.
Melalui apa yang diperbuat tokoh. Hal ini berkaitan dengan
bagaimana sang tokoh bersikap dalam situasi ketika tokoh harus
mengambil keputusan.
Contoh:
Dengan terburu-buru Wei meninggalkan kota, dan peristiwa
itu tak lama kemudian sudah terlupakan.

Ia lantas pergi ke barat, ke ibu kota, dan karena dikecewakan oleh pinangan terakhir yang gagal itu, ia mengesampingkan pikirannya dari hal perkawinan. Tiga tahun kemudian, ia berhasil
meminang seorang gadis dari keluarga Tan yang terkenal kebaikannya di dalam masyarakat.
Sumber: Cerpen "Sekar dan Gadisnya", Ryke L.
Melalui ucapan-ucapan tokoh. Dari apa yang diucapkan tokoh kita dapat mengetahui karakternya.
Contoh:
Sumber: Dokumentasi Pribadi

Buku kumpulan cerpen Malaikat
Tak Datang Malam Hari karya Joni
Ariadinata.
"Apa yang tidak Ibu berikan padamu? Ibu bekerja keras supaya bisa menyekolahkanmu. Kau tak punya kewajiban apa-apa selain sekolah dan belajar. Ibu juga tak pernah melarangmu melakukan apa saja yang kau sukai. Tapi, mestinya kamu ingat bahwa kewajiban utamamu adalah belajar. Hargai sedikit jerih payah Ibu!"

Di luar dugaannya anak itu menatapnya dengan berani. "Ibu tak
perlu susah payah menghidupi aku kalau Ibu keberatan. Aku bisa saja
berhenti sekolah dan tidak usah menjadi tanggungan Ibu lagi."
Darah Sekar –ibu anak itu–serasa naik ke ubun-ubun.
Sumber: Cerpen "Sekar dan Gadisnya", Ryke L.

Melalui penjelasan langsung. Dalam hal ini penulis menggambarkan
secara langsung karakter tokoh.
Contoh:
Memang, sebenarnya, semenjak dia datang, kami sudah
membenci dia. Kami membenci bukan karena kami adalah
orang-orang yang tidak baik, tapi karena dia selalu menciptakan
suasana tidak enak. Perilaku dia sangat kejam. Dalam berburu
dia tidak sekadar berusaha untuk membunuh, namun menyiksa
sebelum akhirnya membunuh. 

Maka, telah begitu banyak binatang
menderita berkepanjangan, sebelum akhirnya dia habiskan
dengan kejam. Cara dia makan juga benar-benar rakus.
Bukan hanya itu. Dia juga suka mabuk-mabukan. Apabila dia
sudah mabuk, maka dia menciptakan suasana yang benar-benar
meresahkan dan memalukan. Dia sering meneriakkan kata-kata
kotor, cabul, dan menjijikkan.

2. Latar (Setting)

Latar dalam sebuah cerita menunjuk pada pengertian tempat,
hubungan waktu, dan lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwaperistiwa
yang diceritakan. Latar memberikan pijakan cerita secara
konkret dan jelas. Hal ini penting untuk memberikan kesan realistis
kepada pembaca, menciptakan suasana tertentu yang seolah-olah
sunguh-sungguh ada dan terjadi.

Unsur latar dapat dibedakan ke dalam tiga unsur pokok, yaitu
sebagai berikut.
a. Latar Tempat
Latar tempat merujuk pada lokasi terjadinya peristiwa. Unsur
tempat yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu.

b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan "kapan" terjadinya peristiwaperistiwa
yang diceritakan.

c. Latar Sosial
Latar sosial merujuk pada hal-hal yang berhubungan dengan
perilaku kehidupan dosial masyarakat di suatu tempat yang
diceritakan dalam karya fiksi. Latar sosial dapat berupa kebiasaan
hidup, istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir
dan bersikap, serta hal-hal lainnya.

3. Alur (Plot)
Alur adalah urutan peristiwa yang berdasarkan hukum sebab
akibat. Alur tidak hanya mengemukakan apa yang terjadi, akan tetapi
menjelaskan mengapa hal ini terjadi. Kehadiran alur dapat membuat
cerita berkesinambungan. Oleh karena itu, alur biasa disebut juga
susunan cerita atau jalan cerita.

Ada dua cara yang dapat digunakan dalam menyusun bagianbagian
cerita, yakni sebagai berikut.
Pengarang menyusun peristiwa-peristiwa secara berurutan
mulai dari perkenalan sampai penyelesaian. Susunan yang demikian
disebut alur maju. Urutan peristiwa tersebut meliputi:
- mulai melukiskan keadaan (situation);
- peristiwa-peristiwa mulai bergerak (generating circumtanses);
- keadaan mulai memuncak (rising action);
- mencapai titik puncak (klimaks)
- pemecahan masalah/ penyelesaian (denouement)

Pengarang menyusun peristiwa secara tidak berurutan. Pengarang
dapat memulainya dari peristiwa terakhir atau peristiwa
yang ada di tengah, kemudian menengok kembali pada peristiwaperistiwa
yang mendahuluinya. Susunan yang demikian disebut alur sorot balik (flashback).

Selain itu, ada juga istilah alur erat dan alur longgar. Alur erat
adalah jalinan peristiwa yang sangat padu sehingga apabila salah
satu peristiwa ditiadakan maka dapat mengganggu keutuhan cerita.
Adapun alur longgar adalah jalinan peristiwa yang tidak begitu
padu sehingga apabila salah satu peristiwa ditiadakan tidak akan
mengganggu jalan cerita.

4. Sudut Pandang (Point of View)
Sudut pandang adalah visi pengarang dalam memandang suatu
peristiwa dalam cerita. Untuk mengetahui sudut pandang, kita dapat
mengajukan pertanyaan siapakah yang menceritakan kisah tersebut?
Ada beberapa macam sudut pandang, di antaranya sudut pandang
orang pertama (gaya bercerita dengan sudut pandang "aku"), sudut
pandang peninjau (orang ketiga), dan sudut pandang campuran.

5. Gaya Bahasa
Gaya bahasa adalah cara khas penyusunan dan penyampaian
dalam bentuk tulisan dan lisan. Ruang lingkup dalam tulisan
meliputi penggunaan kalimat, pemilihan diksi, penggunaan majas,
dan penghematan kata. Jadi, gaya merupakan seni pengungkapan
seorang pengarang terhadap karyanya.

6. Tema
Tema adalah persoalan pokok sebuah cerita. Tema disebut juga ide
cerita. Tema dapat berwujud pengamatan pengarang terhadap berbagai
peristiwa dalam kehidupan ini. Kita dapat memahami tema sebuah
cerita jika sudah membaca cerita tersebut secara keseluruhan.

7. Amanat
Melalui amanat, pengarang dapat menyampaikan sesuatu, baik
hal yang bersifat positif maupun negatif. Dengan kata lain, amanat
adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang berupa pemecahan
atau jalan keluar terhadap persoalan yang ada dalam cerita.

Adapun unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang berada di luar
karya sastra, tetapi secara tidak langsung mempengaruhi bangun
cerita sebuah karya. Yang termasuk unsur ekstrinsik karya sastra
antara lain sebagai berikut.
1. Keadaan subjektivitas pengarang yang memiliki sikap,
keyakinan, dan pandangan hidup.
2. Psikologi pengarang (yang mencakup proses kreatifnya),
psikologi pembaca, dan penerapan prinsip-prinsip psikologi dalam sastra.
3. Keadaan di lingkungan pengarang seperti ekonomi, politik, dan sosial.
4. Pandangan hidup suatu bangsa dan berbagai karya seni yang lainnya.




back to top