Perkembangan pasar telekomunikasi dewasa ini pada tahun 1990-an dapat diperkirakan mencapai 500 milyard dolar Amerika. Pertumbuhan ini akan naik terus hingga mencapai satu trilyun dolar Amerika pada tahun 2000-an. Kecenderungan ini adalah adanya kenaikkan kebutuhan para pengguna dan industrialisasi. Negaranegara berkembang seperti Indonesia, menjadi sangat potensial bagi pertumbuhan pasar peralatan telekomunikasi itu.
Sudah dapat kita duga bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara pendapatan nasional bruto (PDB) suatu negara dengan kepadatan penduduk yang menggunakan telepon. Coba perhatikan gambar 1 berikut ini. Gambar tersebut melukiskan hubungan antara negara-negara yang mempunyai PDB tertentu dengan jumlah tiap 100 orang pada kelompok masyarakat yang sudah mempunyai sambungan telepon.
Kita akan sepakat mengatakan bahwa telepon sebagai sarana komunikasi atau telekomunikasi merupakan pengikat (katalis) dalam rangka upaya untuk pertumbuhan ekonomi. Namun demikian kita tidak boleh menyimpulkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menyebabkan tingginya kepadatan pengguna telepon. Jumlah sambungan telepon tiap 100 penduduk telah banyak digunakan dalam survai statistik untuk menunjukkan pertanda berkembangnya suatu negara. Banyak negara berkembang sebagaian besar masyarakatnya 70-90% hidup di daerah pelosok pedesaan.
Gambaran ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok 100 orang masyarakat yang belum ada satupun sambungan telepon. Negara yang demikian tergolong sebagai negara yang sangat rendah perkembangannya, baik secara ekonomi maupun telekomunikasi. Untuk mencapai tujuan layanan telepon pada setiap orang di dunia, termasuk di Indonesia, menjelang tahun 2000 telah diusulkan bahwa setiap orang pada suatu masyarakat yang berjarak 5 kilometer, sambungan telepon harus sudah menjangkaunya.
Layak kita ketahui bahwa untuk menyediakan sambungan telekomunikasi pada daerah yang kepadatan penduduknya rendah adalah sangat mahal. Di samping itu tingkat kembalinya modal yang telah dikeluarkan menjadi sangat sedikit. Penyediaan jaringan telekomunikasi pada daerah pedesaan memerlukaan penyediaan dana yang cukup besar, karena perlu ada perencanaan yang baik.
Sudah dapat kita duga bahwa ada hubungan yang sangat dekat antara pendapatan nasional bruto (PDB) suatu negara dengan kepadatan penduduk yang menggunakan telepon. Coba perhatikan gambar 1 berikut ini. Gambar tersebut melukiskan hubungan antara negara-negara yang mempunyai PDB tertentu dengan jumlah tiap 100 orang pada kelompok masyarakat yang sudah mempunyai sambungan telepon.
Kita akan sepakat mengatakan bahwa telepon sebagai sarana komunikasi atau telekomunikasi merupakan pengikat (katalis) dalam rangka upaya untuk pertumbuhan ekonomi. Namun demikian kita tidak boleh menyimpulkan bahwa semakin tinggi pertumbuhan ekonomi suatu negara akan menyebabkan tingginya kepadatan pengguna telepon. Jumlah sambungan telepon tiap 100 penduduk telah banyak digunakan dalam survai statistik untuk menunjukkan pertanda berkembangnya suatu negara. Banyak negara berkembang sebagaian besar masyarakatnya 70-90% hidup di daerah pelosok pedesaan.
Gambaran ini sekaligus menunjukkan adanya kelompok 100 orang masyarakat yang belum ada satupun sambungan telepon. Negara yang demikian tergolong sebagai negara yang sangat rendah perkembangannya, baik secara ekonomi maupun telekomunikasi. Untuk mencapai tujuan layanan telepon pada setiap orang di dunia, termasuk di Indonesia, menjelang tahun 2000 telah diusulkan bahwa setiap orang pada suatu masyarakat yang berjarak 5 kilometer, sambungan telepon harus sudah menjangkaunya.
Layak kita ketahui bahwa untuk menyediakan sambungan telekomunikasi pada daerah yang kepadatan penduduknya rendah adalah sangat mahal. Di samping itu tingkat kembalinya modal yang telah dikeluarkan menjadi sangat sedikit. Penyediaan jaringan telekomunikasi pada daerah pedesaan memerlukaan penyediaan dana yang cukup besar, karena perlu ada perencanaan yang baik.